Nyak Kopsah, seorang ibu rumah tangga berusia 45 tahun asal Aceh, tiba-tiba berbalik suram Rumah yang ia tinggali selama 20 tahun terancam. Berpindah tangan lantaran tekanan utang menumpuk. Kisahnya menyentuh hati banyak orang, sekaligus menjadi cermin betapa rentannya masyarakat kecil menghadapi krisis finansial.
Awal Mula Masalah Keuangan Nyak Kopsah
Nyak Kopsah bukanlah seorang pengusaha atau pegawai dengan gaji tetap. Ia mengandalkan pendapatan dari berjualan kue tradisional di pasar desa. Penghasilannya pas-pasan, hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari bersama dua anaknya yang masih sekolah.
Masalah mulai muncul ketika suaminya, Teuku Amri, mengalami kecelakaan kerja dua tahun lalu. Kondisi itu memaksa Amri berhenti bekerja sebagai buruh bangunan. Biaya pengobatan dan kebutuhan keluarga pun membengkak. Tanpa tabungan memadai, Nyak Kopsah terpaksa meminjam uang dari rentenir.
“Awalnya hanya Rp5 juta untuk biaya berobat suami. Tapi bunga terus menumpuk, sekarang utang saya sudah hampir Rp20 juta,” ujarnya dengan suara gemetar.
Tekanan Rentenir dan Ancaman Kehilangan Rumah
Bunga utang yang mencapai 20% per bulan membuat Nyak Kopsah semakin terpuruk. Setiap hari, debt collector mendatangi rumahnya, mengancam akan mengambil alih hak kepemilikan jika utang tidak segera dilunasi.
“Saya sudah tidak bisa tidur tenang. Setiap ada yang mengetuk pintu, jantung saya berdebar takut itu debt collector,” ceritanya.
Rumah sederhana seluas 6×10 meter itu adalah satu-satunya aset berharga yang ia miliki. Jika terjual, ia dan keluarganya terancam tak memiliki tempat tinggal.
Upaya Bertahan dan Jerat Utang yang Semakin Dalam
Untuk menutupi utang, Nyak Kopsah mencoba berbagai cara. Ia menambah jam berjualan, bahkan bekerja sebagai buruh cuci pakaian tetangga. Namun, penghasilannya tak sebanding dengan beban bunga yang terus membesar.
“Sudah saya hitung-hitung, penghasilan saya Rp1,5 juta sebulan. Sementara bunganya saja Rp4 juta per bulan. Bagaimana bisa bayar?” keluhnya.
Beberapa tetangga berbaik hati memberinya bantuan, tapi jumlahnya tak cukup. Ia sempat melapor ke pihak desa, namun belum ada solusi konkret.
Dampak pada Keluarga dan Masa Depan Anak-anak
Situasi ini berdampak serius pada psikologis anak-anaknya. Anak sulungnya, Rina (17 tahun), terpaksa berhenti sekolah dan membantu ibunya berjualan. Sementara adiknya, Fajar (14 tahun), kerap bolos sekolah karena tak mampu membayar iuran.
“Saya sedih lihat anak-anak seperti ini. Mereka harusnya bisa sekolah tenang, bukan terbebani urusan utang,” ucap Nyak Kopsah dengan mata berkaca-kaca.
Harapan Terakhir: Bantuan dari Pemerintah atau Lembaga Sosial
Nyak Kopsah berharap ada pihak yang bisa membantunya, baik dari pemerintah maupun lembaga sosial. Ia mendengar program bantuan utang produktif dari Kementerian Sosial, namun belum tahu cara mengaksesnya.
“Saya tidak mau mengemis, tapi saya benar-benar butuh pertolongan. Saya rela kerja apapun asal keluarga saya selamat,” tegasnya.
Solusi Jangka Panjang: Edukasi Finansial untuk Masyarakat Rentan
Kasus Nyak Kopsah bukanlah hal langka. Banyak keluarga miskin terjerat utang rentenir akibat kurangnya literasi keuangan. Pemerintah dan NGO perlu gencar memberikan edukasi tentang:
- Bahaya pinjaman ilegal – Sosialisasi tentang bunga tinggi dan praktik debt collector.
- Alternatif pinjaman aman – Memperkenalkan KUR (Kredit Usaha Rakyat) atau pinjaman tanpa bunga dari BUMN.
- Manajemen keuangan keluarga – Pelatihan mengatur pemasukan-pengeluaran untuk menghindari utang.
Aksi Nyata: Bagaimana Kita Bisa Membantu?
Masyarakat dapat berperan dengan:
- Donasi atau pendampingan hukum – Membantu keluarga seperti Nyak Kopsah melalui lembaga terpercaya.
- Membeli produk UMKM – Membantu meningkatkan penghasilan pelaku usaha kecil.
- Mengadvokasi kebijakan – Mendesak pemerintah memperkuat perlindungan terhadap korban rentenir.
Penutup: Jangan Biarkan Nyak Kopsah Kehilangan Tempat Tinggalnya
Kisah Nyak Kopsah adalah potret nyata betapa sistem yang tak adil bisa menghancurkan hidup seseorang. Jika tidak ada intervensi, ia dan keluarganya bisa kehilangan rumah—satu-satunya tempat berlindung.
Mari bergerak bersama, saling membantu, dan mendorong solusi sistemik agar tragedi seperti ini tidak terulang. Tidak ada lagi Nyak Kopsah berikutnya yang terancam kehilangan rumah hanya karena jerat utang.
Baca Juga: Bunga Bangkai di Cibodas Ini Mekar 2 Tahun Berturut-turut